KESEIMBANGAN
LINI DALAM PRODUKSI LEMARI HIJAB MENGGUNAKAN METODE RANK POSITIONAL WEIGHT DAN KILBIRIDGE WESTER
Aan Andri Yana,
Annisaa Utami Pangestu, Eka Aprilia, Fransiscus Serrano, Hanna Amalia, Puspita.
Mahasiswa Program
Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas
Gunadarma
(Jl. Margonda Raya
No. 100 Pondok Cina, Depok 16424)
andri_94yana@yahoo.com, pangestuannisaa@gmail.com,ekaaaprilia@gmail.com, serranonano123@gmail.com,hannaamalias@gmail.com,
ABSTRAK
Perusahaan
manufaktur dalam lantai
produksinya terdiri dari beberapa stasiun kerja yang saling berkaitan untuk
menghasilkan sebuah produk jadi yang siap jual. Stasiun kerja
tersebut tersusun dalam sebuah lini perakitan, dimana proses yang terdapat
didalam lini perakitan terus berlangsung secara continue. Terkadang perusahaan dihadapkan
pada permasalahan tidak seimbangnya pembagian elemen kerja diantara
masing-masing stasiun kerja pada lini perakitan dikarenakan waktu
operasi perakitan yang berbeda-beda. Berdasarkan
permasalahan tersebut dibutuhkanlah suatu ilmu yang dapat menyeimbangkan waktu
kerja diantara setiap stasiun kerja dengan ilmu keseimbangan lini. Metode yang
digunakan dalam keseimbangan lini produksi lemari hijab adalah metode Rank
Positional Weight dan Kilbridge Wester. Harapan dari perusahaan setelah
menggunakan keseimbangan lini pada produksi lemari hijab adalah perusahaan
dapat menyeimbangkan beban kerja dari setiap stasiun kerja.
Keseimbangan lini merupakan penyeimbangan penugasan
terhadap elemen-elemen tugas agar
dapat meminimumkan banyaknya stasiun kerja dan meminimumkan total waktu menganggur pada semua stasiun
kerja. Tunjuannya adalah untuk mengetahui waktu siklus, stasiun kerja, efesiensi lintasan dan smoothness
index dalam produksi lemari hijab dengan metode Ranked Positional Weight (RPW) dan Kilbridge
Wester. Mengetahui
metode paling baik diantara dua metode yang digunakan yaitu metode Ranked
Positional Weight (RPW) dan Kilbridge Wester.
Berdasarkan
hasil dan pembahasan metode
yang terbaik diantara kedua metode adalah metode Kilbridge Wester. Berdasarkan metode
Kilbridge
Wester efisiensi lintasan sebesar
99,40%, smoothness
index sebesar 0,077 dan banyaknya stasiun kerja adalah sebanyak 1 stasiun
kerja.
Kata Kunci : Efisiensi Lintasan, Balance Dellay, Smoothness Index,
Work Station
PENDAHULUAN
Perusahaan manufaktur dalam lantai produksinya terdiri dari
beberapa stasiun kerja yang saling berkaitan untuk menghasilkan sebuah produk
jadi yang siap jual. Stasiun
kerja tersebut tersusun dalam sebuah lini perakitan, dimana proses yang
terdapat didalam lini perakitan terus berlangsung secara continue. Terkadang perusahaan dihadapkan
pada permasalahan tidak seimbangnya pembagian elemen kerja diantara
masing-masing stasiun kerja pada lini perakitan dikarenakan waktu operasi perakitan yang berbeda-beda.
Terdapat waktu
perakitan yang cepat dan adapula perakitan yang memerlukan waktu cukup lama. Hal
tersebut dapat mengakibatkan adanya penumpukan produk pada stasiun kerja yang mengakibatkan target
produksi tidak terpenuhi. Berdasarkan permasalahan tersebut
dibutuhkanlah suatu ilmu yang dapat menyeimbangkan waktu kerja diantara setiap
stasiun kerja dengan ilmu keseimbangan lini. Metode yang digunakan dalam
keseimbangan lini produksi lemari hijab adalah metode Rank Positional Weight dan Kilbridge
Wester. Harapan dari perusahaan setelah menggunakan keseimbangan lini pada
produksi lemari hijab adalah perusahaan dapat memperkecil waktu menganggur dari setiap stasiun kerja.
Keseimbangan lini merupakan penyeimbangan penugasan
terhadap elemen-elemen tugas dari suatu lini perakitan ke stasiun kerja agar dapat meminimumkan banyaknya
stasiun kerja dan meminimumkan total waktu
menganggur pada semua stasiun kerja. Elemen tugas dalam suatu kegiatan
produksi dikelompokkan kedalam beberapa stasiun
kerja agar memperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik. Metode Rank Positional Weight merupakan suatu
metode keseimbangan lini dengan pemberian bobot posisi pada masing-masing
elemen kerjanya. Metode Kilbridge
Wester merupakan metode yang
termasuk kedalam model heuristic yang
memilih elemen kerja untuk ditugaskan kedalam stasiun kerja berdasrkan posisi
elemen-elemen kerja.
Berdasarkan permasalahan diatas maka kedua metode tersebut diterapkan dalam produksi
lemari hijab untuk membahas menentukan metode keseimbangan lini yang lebih
optimal dari perakitan produk lemari hijab. Serta bagaimana cara untuk mengoptimalkan keseimbangan lini peakitan
produk lemari hijab. Tujuannya adalah untuk mengetahui metode keseimbangan lini
yang lebih optimal. Mengetahui tingkat efisiensi lintasan, balance delay, smotness index,
banyaknya stasiun kerja dari metode yang dipilih dalam perakitan produk lemari
hijab.
TINJAUAN PUSTAKA
Teknik penjadwalan yang banyak digunakan dalam sistem
volume tinggi adalah keseimbangan lini. Keseimbangan lini menekankan pada
pengalokasian tugas-tugas kepada stasiun-stasiun kerja sehingga terdapat
penyeimbangan waktu kerja diantara stasiun-stasiun kerja tersebut. Keseimbangan
lini bertujuan untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka
memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan
melalui penyeimbangan waktu kerja antar stasiun kerja[1].
Lini produksi adalah penempatan area-area kerja di mana
operasi-operasi diatur secara berurutan dan material bergerak secara kontinyu
melalui operasi yang terangkai seimbang. Lini produksi dibagi menjadi dua yaitu
lini fabrikasi dan lini perakitan. Lini fabrikasi adalah lintasan produksi yang
terdiri atas sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah
bentuk benda kerja. Lini perakitan adalah lintasan produksi yang terdiri atas
sejumlah operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan
digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly[2].
Terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh dari
keseimbangan lini produksi. Keuntungan yang diperoleh dari perencanaan lini
produksi yang baik adalah jarak perpindahan material yang minim dengan mengatur
susunan tempat kerja, aliran benda kerja yang mencakup gerakan dari benda kerja
yang kontinyu, pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan dengan
keahlian masing-masing pekerja sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih efisien,
pengerjaan operasi yang serentak dengan pengerjaan tiap operasi pada saat yang
sama di seluruh lintasan produksi, gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set
up dari lintasan yang bersifat tetap, proses memerlukan waktu yang minimum[2].
Kelangsungan lintasan produksi
yang baik ditunjang oleh beberapa persyaratan. Persyaratan yang harus
diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan produksi adalah pemerataan
distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja dalam suatu lintasan
produksi fabrikasi atau lintasan perakitan yang bersifat manual, pergerakan
aliran benda kerja yang kontinyu pada kecepatan yang seragam, arah aliran
material harus tetap sehingga memperkecil daerah penyebaran dan mencegah
timbulnya waktu menunggu atau mengurangi waktu menunggu karena keterlambatan
kerja, produksi yang kontinyu guna menghindari adanya penumpukan benda kerja di
lain tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada lintasan produksi
secara kontinyu[2].
Kriteria umum keseimbangan
lintasan produksi adalah memaksimumkan efisiensi atau meminimumkan balance
delay. Tujuan pokok dari penggunaan metode keseimbangan lini adalah untuk
mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur pada lintasan yang ditentukan
oleh operasi yang paling lambat. Tujuan perencanaan keseimbangan lintasan
adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap
stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lintasan
produksi dapat ditekan seminimal mungkin sehingga pemanfaatan dari peralatan
maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin[2].
Pembuatan suatu produk pada
umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses produksi pada beberapa
departemen berupa aliran proses produksi. Aliran proses produksi adalah yang
diperlukan untuk memindahkan elemen-elemen produksi seperti bahan material, part,
orang, dan lain-lain mulai dari awal proses sampai produk yang dikehendaki bisa
melalui lintasan produksi. Aliran proses produksi dari suatu departemen ke
departemen yang lainnya merupakan bagian dari waktu proses produk tersebut.
Hambatan atau ketidakefisienan dalam suatu departemen akan mengakibatkan tidak
lancarnya aliran material ke departemen berikutnya sehingga terjadi waktu
menganggur dan penumpukan material[2].
Lini perakitan adalah sebuah lini
produksi yang mana material atau bahan bergerak secara kontinyu dalam tingkat
rata-rata seragam pada seluruh urutan stasiun kerja dimana pekerjaan perakitan
dilakukan. Lini perakitan akan menjadi bagian utama dari manufacturing dan
operasi perakitan. Pengaturan kerja sepanjang lini perakitan akan bervariasi
sesuai ukuran produk yang akan dirakit, kebutuhan proses pendahuluan,
ketersediaan ruang, elemen pengerjaan dan kondisi pengerjaan yang akan
dikenakan pada job[2].
Terdapat beberapa istilah yang
biasa digunakan dalam keseimbangan lini. Istilah yang biasa digunakan
adalah precedence diagram, assembly product, elemen kerja, waktu
operasi, stasiun kerja, waktu siklus, station time, idle time, balance
delay, efisiensi lintasan, smoothness index, dan output produksi. Stasiun kerja adalah tempat pada lini perakitan
dimana proses perakitan dilakukan.Berikut merupakan rumus dari jumlah stasiun
kerja[2].
Keterangan :
=
Total waktu operasi atau elemen (I=1, 2, 3, ..., n)
C = Waktu siklus stasiun kerja
n = Jumlah elemen
Kmin = Jumlah stasiun
kerja minimal
Waku siklus merupakan waktu yang diperlukan
untuk membuat satu unit produk per satu stasiun. Nilai waktu siklus berada di
antara waktu operasi terbesar pada lintasan dan rasio antara jumlah efektif per
hari dan jumlag produktif per hari.
Berikut merupakan rumus untuk menentukan waktu siklus[2].
Keterangan :
timaks = Waktu operasi
terbesar pada lintasan
CT = Waktu siklus
P = Jam efektif per hari
Q = Jumlah produktif per hari
Balance delay adalah ukuran dari ketidakefisenan
lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan
karena pengalokasian yang kurang sempurna di anatara staisun-stasiun kerja.
Berikut merupakan rumus untuk menentukan balance delay[2].
Keterangan :
n = Jumlah stasiun kerja
C = Waktu siklus terbesar dalam
stasiun kerja
=
Jumlah waktu operasi dari semua operasi
D = Balance delay
Efisiensi
lintasan merupakan rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu
siklus atau waktu operasi terbesar dikalikan dengan jumlah stasiun kerja.
Berikut merupakan rumus untuk menentukan efisiensi lintasan pada metode
kesimbangan lini[2].
Keterangan :
= Waktu stasiun dari stasiun ke-1
K = Jumlah
stasiun kerja
CT = Waktu
siklus
Smoothness index merupakan suatu
indeks yang menunjukan kelancaran relatif dari penyeimbangan lini perakitan
tertentu. Berikut merupakan rumus untuk menentukan smoothness index dalam
keseimbangan lini perakitan[2].
Keterangan :
STimaks = Waktu operasi
terbesar pada lintasan
STi = Waktu stasiun
di stasiun kerja ke-i
Terdapat beberapa metode penyeimbangan
lini perakitan diantaranya adalah metode
killbridge-wester heuristic, helgeson-birnie, moodie young, immediate
updater first-fit heuristic, rank and assign heuristic, dan large
candidate rule. Metode killbridge-wester dikembangkan oleh killbridge dan wester.
Metode moodie young terdiri dari dua fase yakni membuat pengelompokan
stasiun kerja dan redistribusi elemen kerja ke tiap stasiun kerja hasil dari
fase pertama[3].
Metode
RPW disebut juga
metode Hegelson-Bernie
merupaka metode penentuan bobot posisi
untuk setiap elemen pekerjaannya dari suatu operasi dengan
memperhatikan precendence diagram. Metode largest candidate rule
(LCR) memiliki kelebihan serta kekurangan. Kelebihan dalam
penggunaan metode largest candidate rule adalah
memliki tingkat kemudahan yang lebih tinggi dari pada metode RPW.
Kelemahan dari metode largest candidate rule adalah dapat diperoleh
lebih banyak operasi seri yang digabungkan ke
dalam satu stasiun kerja[4].
METODOLOGI
PENULISAN
Metodologi penulisan merupakan langkah-langkah prosedur
yang dilakukan dalam proses pembuatan laporan akhir keseimbangan
lini atau keseimbangan lini. Metodologi penulisan pada laporan akhir ini terdiri dari
beberapa bagian atau kerangka penulisan menyangkut kegiatan yang dilakukan. Metodologi penulisan dilakukan untuk mengetahui
tahapan-tahapan dalam pengolahan data pada laporan akhir. Berikut pembahasan
metodologi penulisan tahapan-tahapan pada penyelesaian laporan akhir keseimbangan
lini.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui permasalahan yang
terdapat pada lini produksi. Permasalahan
tersebut berupa
adanya bottle
neck,
ataupun ketidakseimbangan pembebanan kerja pada setiap stasiun kerja yang disebabkan oleh waktu operasi yang berbeda-beda. Langkah
selanjutnya adalah membuat tinjauan
pustaka. Tinjauan
pustaka ini dibuat guna dijadikan pembanding dari hasil yang didapat dengan
teori-teori yang telah ada.
Langkah ketiga
mengumpulkan data penunjuang karena diperlukan suatu input sebagai
dasar informasi atau acuan dalam langkah awal kegiatan pengolahan
data. Input tersebut yaitu ketentuan
hari kerja dalam
keseimbangan lini, data perencanaan agregat yang didapat dari
hasil pengolahan jadwal induk produksi (JIP), dan APC (Assembly Process Chart). Berdasarkan input tersebut maka dilakukan kegiatan pengolahan
keseimbangan lini.
Langkah selanjutnya adalah menentukan metode yang dipilih dalam pengolahan data
untuk mencapai keseimbangan lini. Metode yang digunakan adalah metode
perhitungan Rangked Position Weight
(RWP) dan perhitungan Killbridge Wester.
Langkah selanjutnya menentukan waktu siklus untuk dapat mengetahui waktu yang
dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan dalam setiap stasiun kerja. Langkah selanjutnya setelah mendapatkan waktu siklus
adalah mengelompokkan operasi kedalam beberapa stasiun kerja. Langkah
selanjutnya membuat Precendence Diagram
sesuai dengan
urutan operasi yang ada pada lini perakitan. Apabila
kriteria telah sesuai maka langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan
efisiensi stasiun kerja, namun bila kriteria belum sesuai maka kembali menentukan
Precendence Diagram. Kriteria
tersebut berupa waktu stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus, dan
pengelompokan stasiun kerja tidak boleh melanggar Precendence Diagram.
Langkah
selanjutnya adalah melakukkan perhitungan efisiensi lintasan, hal ini
dilakukkan untuk mengetahui sehingga nantinya bisa dilakukkan perbaikan apabila
masih kurang efisien. Kemudian langkah selanjutnya adalah melakukkan
perhitungan Balance Delay, hal ini
dilakukkan untuk mengetahui apakah kegiatan menggangur dalam lintasan terlihat
tinggi atau rendah. Langkah selanjutnya adalah membuat tabel perbandingan dan
memilih metode manakah yang memiliki nilai persentasi efisiensi lintasan yang
paling tinggi dan persentasi Balance
Delay paling rendah. Langkah selanjutnya adalah melakukkan analisis,
analisis dilakukan guna mengetahui metode mana yang paling tepat digunakan
untuk penyeimbangkan lini dalam proses pembuatan produk lemari hijab. Kemudian terakhir adalah membuat kesimpulan untuk menjawab tujuan penulisan
sedangkan saran bertujuan sebagai kritik atau masukan yang membangun guna penulisan yang lebih baik.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Pembahasan dilakukan menggunakan dua metode
heuristik yang terdiri dari metode Ranked
Positional Weight (RPW) dan metode Killbrige-Wester.
Penggunaan dua metode ini digunakan karena dianggap paling baik dibandingkan
dengan metode lain. Penyelesaian keseimbangan lini membutuhkan beberapa data penunjang dalam melakukan perhitungan.
Data penunjang tersebut diantaranya adalah ketentuan hari
kerja, perencanaan agregat yang terpilih, dan assembly process chart (APC). Berikut ini adalah data-data
penunjang untuk dilakukannya perhitungan
keseimbangan lini.
Tabel 1
Ketentuan Hari Kerja Tahun 2014
Periode
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
Total
|
HK
|
21
|
19
|
22
|
21
|
19
|
21
|
17
|
20
|
21
|
21
|
21
|
22
|
245
|
Berdasarkan
Tabel 1, hari kerja diatas maka dapat diketahui bahwa periode yang digunakan
dalam menentukan tenaga kerja sebanyak 12 bulan. Seperti pada kolom 1 baris 1
menyatakan bahwa lamanya hari kerja pada periode 1 atau bulan Januari sebanyak
21 hari. Sedangkan untuk total hari kerja pada tahun 2015 selama 12 bulan
sebanyak 245 hari, yang artinya seorang pekerja dalam setahun bekerja selama
245 hari.
Data penunjang di atas kemudian
digunakan untuk menghitung keseimbangan lini dan
melakukan perhitungan dengan menggunakan perhitungan Ranked Positional Weight (RPW) dan perhitungan Killbridge-Wester. Data penunjang lainnya yang dibutuhkan adalah tabel
perencanaan agregat yang terdapat pada jadwal induk produksi. Berikut
merupakan tabel rencana kebutuhan produksi agregat produksi lemari hijab untuk
periode tahun 2015.
Tabel 2 Perencanaan Agregat
Periode
Data Peramalan
|
Perencanaan Agregat
|
Jumlah
|
|||
KTRT
|
KTOT
|
KTSC
|
|||
1
|
623
|
698
|
-
|
-
|
698
|
2
|
625
|
625
|
-
|
-
|
625
|
3
|
626
|
627
|
-
|
-
|
627
|
4
|
628
|
628
|
-
|
-
|
628
|
5
|
630
|
630
|
-
|
-
|
630
|
6
|
632
|
633
|
-
|
-
|
633
|
7
|
633
|
633
|
-
|
-
|
633
|
8
|
635
|
635
|
-
|
-
|
635
|
9
|
637
|
638
|
-
|
-
|
638
|
10
|
639
|
639
|
-
|
-
|
639
|
11
|
641
|
642
|
-
|
-
|
642
|
12
|
642
|
642
|
-
|
-
|
642
|
Total
|
7591
|
7670
|
-
|
-
|
7670
|
Tabel 2
merupakan perencanaan agregat yang diperoleh berdasarkan hasil metode yang
terpilih yaitu metode transportasi. Jumlah atau total perencanaan agregat
ditunjukan untuk kapasitas produksi pertahunnya. Jumlah dari perencanaan
agregrat sebesar 7670 unit. Artinya adalah dalam 1 tahun perusahaan berencana
memproduksi lemari hijab sebanyak 7670 unit.
Selain hari
kerja dan perencanaan agregat dibutuhkan pula gambar Assembly Process Chart
(APC) perakitan produk lemari hijab disertai dengan waktu perakitan pada setiap
proses serta digunakannya juga sebagai data input
dalam pembuatan lini perakitan pada produksi lemari hijab. Berikut ini
merupakan Gambar 1 peta proses perakitan (APC).
Gambar
1 APC Lemari Hijab
Perhitungan
keseimbangan lintasan mula-mula diawali dengan perhitungan kecepatan lintasan.
Berikut adalah mencari nilai dari kecepatan lintasan dengan menggunakan metode
RPW.
=
15,33 menit/produk
Diketahui
bahwa kecepatan lintasan dalam satu kali produksi lemari hijab adalah 15,33
menit. Nilai ini didapatkan atas data-data penunjang yang terdapat pada data
ketentuan hari kerja dan perencanaan agregat. Langkah selanjutnya adalah
membuat
precedence diagram dari pembuatan
lemari hijab berdasarkan Assembly Process Chart (APC). Berikut ini merupakan precedence diagram perakitan lemari
hijab.
Gambar 2 Precedence Diagram
Berdasarkan
Gambar 2 diketahui pada proses perakitan pertama memiliki waktu selama 1,583
menit, perakitan kedua selama 1,62 menit, ketiga selama 4,5 menit, kempat
selama 1,22 menit, dan perakita kelima selama 4 menit. Sehingga total waktu
selama proses perakitan adalah selama 12,923 menit, waktu terlama terjadi pada
proses perakitan ketiga yaitu selama 4,5 menit, waktu terlama tersebut akan
digunakan sebagai waktu siklus. Jadi waktu siklus yang digunakan dalam metode rangked positional weight (RPW) adalah
sebesar 4,5 menit berdasarkan Gambar 2 Precedence
Diagram. Artinya waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit lemari hijab
satu stasiun adalah sebesar 4,5 menit.
Langkah selanjutnya menentukan matriks
bobot posisi berdasarkan precedence
diagram. Matriks bobot posisi atau matriks pendahulu ini terdiri dari dua
nilai, yaitu nilai angka 1 dan 0. Operasi pengikut diberikan nilai angka 1,
sedangkan operasi yang bukan pengikut ditandai dengan nilai 0. Tanda (-)
menyatakan kegiatan yang tidak dilalui, berikut adalah matriks bobot posisi
(pendahulu) pada metode RPW.
Tabel 3 Matriks Pendahulu
Operasi
Pendahulu
|
Operasi Pengikut
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
1
|
-
|
1
|
1
|
1
|
1
|
2
|
0
|
-
|
1
|
1
|
1
|
3
|
0
|
0
|
-
|
1
|
1
|
4
|
0
|
0
|
0
|
-
|
1
|
5
|
0
|
0
|
0
|
0
|
-
|
Berdasarkan
tabel 3 Matriks Pendahulu dapat diketahui terdapat 5 operasi pendahulu dan 5
operasi pengikut. Operasi pendahulu 1 dengan operasi pengikut 1 diisi dengan
tanda (-) karena operasi pendahulu tersebut melewati dirinya sendiri. Sedangkan operasi pendahulu
1 dengan operasi pendahulu 2 bernilai 1. Artinya operasi pendahulu 1 melewati
operasi ke 2. Operasi pendahulu ke 2 dengan operasi pengikut 1 memiliki nilai
0, artinya operasi ke 2 tidak melewati operasi 1.
Selanjutnya
setelah menentukan matriks bobot posisi untuk masing-masing operasi, maka
selanjutnya nilai 1 yang berada pada Tabel 3 di konversikan ke waktu operasi
dan dijumlahkan berdasarkan operasi pendahulu. Berikut adalah Tabel 4 Perhitungan Bobot Posisi dari metode RPW.
Tabel 4 Perhitungan Bobot Posisi
Operasi
Pendahulu
|
Operasi Pengikut
|
Jumlah
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
|
1
|
-
|
1,62
|
4,5
|
1,22
|
4
|
12,923
|
2
|
0
|
-
|
4,5
|
1,22
|
4
|
11,34
|
3
|
0
|
0
|
-
|
1,22
|
4
|
9,72
|
4
|
0
|
0
|
0
|
-
|
4
|
5,22
|
5
|
0
|
0
|
0
|
0
|
-
|
4
|
Berdasarkan
Tabel 4 dapat diketahui hasil konversi untuk setiap operasi (proses perkitan)
dari operasi pertama hingga kelima.
Jumlah untuk setiap operasi berdasarkan operasi pendahulu didapatkan dengan
cara sebagai berikut:
Contoh
perhitungan Bobot Posisi operasi 1:
=
1,583 + 1,62 + 4,5+ 1,22 + 4
=
12,923 Menit
Langkah selanjutnya Tabel 5 prioritas bobot posisi, prioritas utama yaitu penyusunan operasi
sesuai dengan jumlah waktu operasi terlama berdasarkan perhitungan bobot
posisi. Penentuan prioritas
terdiri dari tabel sebelum dan
sesudah. Tabel sebelum diperoleh dari hasil perhitungan pada tabel perhitungan bobot posisi.
Hasil pada tabel tersebut diurutkan berdasarkan nilai, dimana bobot dengan
jumlah terbesar akan diurutkan pada posisi pertama, dan nilai bobot terkecil
ditempatkan pada posisi terakhir.
Tabel 5 Prioritas Bobot Posisi
Sebelum
|
Sesudah
|
||
Operasi
Pendahulu
|
Jumlah
|
Operasi
Pendahulu
|
Jumlah
|
1
|
12,923
|
1
|
12,923
|
2
|
11,34
|
2
|
11,34
|
3
|
9,72
|
3
|
9,72
|
4
|
5,22
|
4
|
5,22
|
5
|
4
|
5
|
4
|
Perhitungan
selanjutnya adalah menentukan jumlah stasiun kerja minimal atau work
station yang dibutuhkan dan
pengelompokan operasi pada tiap-tiap stasiun kerja yang ditentukan. Berikut perhitungan untuk menentukan jumlah stasiun kerja dengan
metode RPW.
work station
Berdasarkan
perhitungan di atas diketahui bahwa stasiun kerja yang dibutuhkan minimal
sebanyak 3 buah stasiun kerja. Selanjutnya menentukan pengelompokan stasiun kerja
dan efisiensi dari masing-masing stasiun kerja. Berikut ini merupakan tabel
pengelompokan stasiun kerja dan efisiensi
stasiun kerja dengan menggunakan metode RPW.
Tabel 6 Efisiensi Stasiun Kerja Metode
RPW
Stasiun
Kerja
|
Operasi
|
Kecepatan
Stasiun
|
≤ CT
|
Idle
|
Efisiensi Stasiun
Kerja
(%)
|
I
|
1,2
|
3,203
|
4,5
|
1,297
|
71,18%
|
II
|
3
|
4,5
|
0
|
100%
|
|
III
|
4
|
1,22
|
3,28
|
27,11%
|
|
IV
|
5
|
4
|
|
0,5
|
88,89%
|
Berdasarkan tabel 6
diketahui bahwa pada stasiun kerja 1 terdapat 2 buah operasi, yaitu operasi
ke-1,2 dengan kecepatan stasiun 3,203 menit, waktu idle 1,297 dan efisiensi stasiun kerja sebesar 71,18%. Stasiun kerja 2
terdapat 1 buah operasi, yaitu operasi ke-3 dengan kecepatan stasiun 4,5 menit,
waktu idle 0 menit dan efisiensi
stasiun kerja sebesar 100%. Stasiun kerja 3 terdapat 1 buah operasi, yaitu
operasi ke-4 dengan kecepatan stasiun 1,22 menit, waktu idle 3,28 menit dan efisiensi stasiun kerja sebesar 27,11%. Stasiun
kerja 4 terdapat 1 buah operasi, yaitu operasi ke-5 dengan kecepatan stasiun 4
menit, waktu idle 0,5 menit dan
efisiensi stasiun kerja sebesar 88,89%. Berikut ini merupakan contoh
perhitungan waktu idle dan efesiensi
stasiun kerja.
Waktu Idle = CT - Kecepatan Stasiun
= 4,5 – 3,203 =
1,297 menit
Efisiensi Stasiun Kerja
Perhitungan idle pada
stasiun kerja menunjukkan waktu menganggur dari setiap stasiun kerja, contoh
perhitungan yaitu pada stasiun kerja 1, waktu menganggur yang didapat adalah
sebesar 1,297 menit. Efisiensi stasiun kerja merupakan kesesuaian waktu stasiun
kerja dalam mengerjakan produk, didapatkan efisiensi sebesar 71,18% pada
stasiun kerja pertama, artinya kesesuaian waktu pada stasiun kerja pertama
adalah sebesar 71,18%.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengelompokan stasiun kerja dengan
membuat precedence diagram dan alur
penyeimbangan lintasan. Berikut
gambaran dari pengelompokan stasiun kerja.
Gambar 3
Pengelompokan Stasiun Kerja Metode RPW
Pengelompokkan
stasiun kerja berdasarkan waktu siklus dari peta proses perakitan dan disusun
ke dalam diagram pendahulu lalu dikelompokkan berdasarkan jumlah waktu
perakitan yang tidak melebihi waktu siklus. Terdapat 4 stasiun kerja artinya sudah
memenuhi banyaknya minimal stasiun. Pada stasiun kerja pertama terdapat operasi
1 dan operasi 2 dengan waktu masing-masing 1,583 dan 1,62 menit. Stasiun kerja
kedua ditempati oleh operasi ketiga dengan waktu operasi 4,5 menit. Stasiun
kerja ketiga yaitu operasi keempat dengan waktu 1,22 menit, dan yang terakhir
stasiun kerja keempat yaitu operasi kelima dengan waktu 4 menit. Hasil
perhitungan yang telah dilakukan memberikan suatu penyelesaian terhadap
keseimbangan lintasan kerja. Berikut ini merupakan hasil penyeimbang lintasan
perakitan lemari hijab dengan menggunakan metode RPW dengan kecepatan 15,33
menit/produk.
Gambar 4 Penyeimbangan Lintasan Kerja dengan Metode RPW
Gambar
4 merupakan penyeimbangan lintasan kerja dengan metode RPW, yaitu suatu
gambaran mulai dari bahan baku yang di-input sebagai tahap awal,
proses-proses perakitannya yang terdiri dari 5 operasi dengan waktu yang
berbeda-beda. Perakitan mengalami
pengelompokan berdasarkan stasiun kerja yang telah didapat.
Proses kerjanya mula-mula bahan baku menuju ke stasiun kerja 1 selama 3,203
menit, kemudian masuk ke stasiun kerja 2 selama 4,5 menit, kemudian masuk ke
stasiun kerja ke 3 selama 1,22 menit, dan masuk ke stasiun kerja ke 4 dengan
waktu 4 menit.
Berdasarkan tahap-tahap tersebut maka akan
didapat hasil akhir yaitu produk lemari hijab. Selanjutnya dilakukan perhitungan kapasitas produksi, efesiensi
lintasan, balance delay, dan smoothness index. Perhitungan tersebut dilakukan untuk mengetahui proses yang
dijalankan berdasarkan dari perhitungan sebelumnya menggunakan metode RPW.
Berikut merupakan perhitungan kapasitas produksi, efisiensi lintasan, balance delay, dan smoothness
index.
Kapasitas Produksi
Kapasitas Produksi
Efisiensi Lintasan
Efisiensi Lintasan
Balance Delay = 100%-Efisiensi
Lintasan
Balance Delay = 100%-71,794%=28,206%
SI =
SI =
SI =
3,56
Besarnya kapasitas produksi yaitu
7672 unit, melebihi perencanaan agregat sebesar 7670 unit. Hasil kapasitas
produksi lebih besar karena perhitungan kecepatan produksi dibulatkan ke atas,
sehingga kapasitas produksi melebihi perencanaan agregat. Besarnya
efisiensi lintasan adalah 71,794%, artinya adalah metode RPW memberikan kelancaran dalam
lintasan berdasarkan banyaknya lintasan dan waktu siklus sebesar 71,794%.
Perhitungan
selanjutnya setelah mendapat efisiensi lintasan adalah menghitung balance delay untuk mengetahui
ketidakefisienan lintasan. Besarnya balance delay adalah
28,206%, artinya adalah ketidakefisienan
lintasan yang terjadi pada lintasan produksi yang menggunakan metode RPW sebesar 28,206%.
Nilai pada smoothness index
sebesar 3,56, artinya adalah bahwa indeks
kelancaran relatif yang dapat dicapai lintasan produksi dengan menggunakan
metode RPW sebesar 3,56. Hubungan smoothness
index dengan efisiensi lintasan adalah semakin besar nilai efisiensi
lintasan, maka nilai smoothness index makin
kecil dan lintasan dikatakan makin baik apabila nilai smoothness index makin mendekati 0.
Selanjutnya
adalah perhitungan dengan metode kedua, penyelesaian
keseimbangan lini menggunakan metode killbridge wester melalui beberapa
langkah. Langkah pertama yaittu menentukan waktu siklus. Penentuan waktu siklus
yaitu dengan menggunakan pemfaktoran
dari waktu total keseluruhan operasi yang kemudian dibulatkan. Hasil
pemfaktoran harus lebih besar atau sama dengan waktu operasi terbesar pada
aktivitas.
CT=
= Operasi 1 + Operasi 2 + Operasi 3 + Operasi 4 + Operasi 5
= 1,583 + 1,62 + 4,5 + 1,22 + 4 = 12,923 13
Gambar 5
Pemfaktoran Waktu Total Operasi
Hasil
dari proses pemfaktoran dapat diketahui bahwa waktu siklus sebesar 13 tidak
dapat difaktorkan lagi, sehingga nilai ct atau waktu siklus yang digunakan
adalah sebesar 13. Nilai 13 ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelsaikan satu unit produk lemari hijab perstasiun kerja. Penentuan jumlah
stasiun kerja dapat dilakukan setelah menetapkan waktu siklus yang digunakan.
WSmin===0,99401 work stasion
Berdasarkan
perhitungan diatas, diketahui jumlah stasiun kerja minimal adalah 1 stasiun
kerja. Stasiun kerja merupakan tempat melakukan proses operasi untuk
menghasilkan produk yang diproduksi yaitu lemari hijab. Stasiun kerja minimal
dalam pembuatan lemari hijab ini adalah sebanyak 1 stasiun kerja. Hasil yang
didapat dari perhitungan diatas dapat digunakan untuk membuat tabel
pengelompokan operasi, tabel ini dibuat untuk mempermudah membaca hasil
perhitungan dan hubungan antara masing-masing perhitungannya. Betikut ini
merupakan Tabel 7 pengelompokan operasi dengan metode killbridge wester.
Tabel
7 Pengelompokan Operasi dengan Metode Killbridge
Wester
Stasiun Kerja
|
Operasi
|
Kecepatan
Stasiun
|
CT
|
Idle
|
Efesiensi
Stasiun Kerja
|
1
|
1,2,3,4,5
|
12,923
|
13
|
0,077
|
99,40%
|
Berdasarkan
tabel pengelompokan operasi diatas dapat diketahui nilai idle dan efesiensi stasiun kerja. berikut ini merupakan contoh
perhitungan untuk Idle dan efesiensi
stasiun kerja.
Idle = Waktu Siklus -
Kecepatan Stasiun
=
13 - 12,923 = 0,077 menit
Efesiensi
Stasiun Kerja =
=
=
99,40%
Berdasarkan
tabel pengelompokan operasi diatas, dapat diketahui jumlah stasiun kerja untuk
pembuatan lemari hijab adalah 1 stasiun kerja. Operasi yang terdapat pada
stasiun kerja tersebut terdiri dari 5 operasi yaitu 5 proses perakitan. Kecepatan stasiun adalah
waktu penyelesaian produk perunit pada stasiun kerja. kecepatan stasiun dalam
pembuatan lemari hijab adalah sebesar 12,923 artinya kecepatan stasiun
menyelesaikan satu unit produk lemari hijab adalah sebesar 12,923. CT merupakan
waktu siklus, waktu siklusnya adalah sebesar 13 menit. Waktu siklus ini tidak
boleh kurang dari waktu operasi terlama. Waktu siklus merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit lemari hijab perstasiun. Waktu idel dengan menggunakan metode killbridge wester adalah sebesar 0,077
artinya pada stasiun kerja waktu menganggurnya adalah sebesar 0,077 menit.
Efesiensi stasiun kerja pada pembuatan lemari hijab adalah sebesar 99,40%
artinya tingkat ketepatan penyelesaian produk lemari hijab pada stasiun kerja
adalah sebesar 99,40%. Setelah mengetahui masing-masing penempatan pada setiap
elemen kerja, maka dibuat precedence diagram dan alur penyeimbang lintasan.
1,583 1,62 4,5 1,22 4
|
Gambar
6 Pengelompokan Stasiun Kerja Metode Killbridge
Wester
Precedence diagram merupakan
diagram yang menggambarkan urutan hubungan antara elemen kerja pada pembuatan
produk. Pengelompokan elemen kerja pada stasiun kerja tidak boleh melanggar precedence diagram. Berdasarkan
pengelompokan stasiun kerja pembuatan lemari hijab menggunakan metode killbridge wester bahwa hanya terdapat
satu stasiun kerja, dimana stasiun kerja ini terdiri dari lima proses operasi.
Hasil precedence diagram kemudian
dapat dibuat alur penyeimbang lintasan. Berikut merupakan Gambar 7 alur
penyeimbang lintasan.
Gambar 7 Alur Penyeimbangan Lintasan Metode Killbridge Wester
Berdasarkan
alur penyeimbangan lintasan diketahui bahan baku yang diproses pada operasi 1,
2, 3, 4 dan 5 merupakan aktivitas yang terdapat pada stasiun kerja 1. Hasil
dari proses operasi pada stasiun kerja tersebut akan menghasilkan produk lemari
hijab. Selanjutnya adalah menghitung kapasitas produksi, efesiensi lintasan, balance delay dan SI (smoothness index). Berikut ini merupakan contoh
perhitungan dari kapasitas produksi, efesiensi lintasan, balance delay dan SI (smoothness index) dari produksi lemari
hijab.
Kapasitas produksi =
=
= 7671,232877 7672 unit produk/tahun
Efesiensi Lintasan =
=
= 99,40%
Balance
delay
= 100% - Efesiensi Lintasan
=
100% - 99,40% = 0,6%
SI
=
=
=
=
0,077
Kapasitas
produksi lemari hijab pertahun berdasarkan perhitungan diatas diketahui sebesar
7672 unit. Artinya produk yang dapat diproduksi selama setahun adalah sebesar
7672 unit. Berdasarkan jumlah lintasan, jumlah hari kerja, jam kerja dan
kecepatan lintasan pada pembuatan produk lemari hijab dapat dihasilkan produk
sebanyak 7672 unit pertahun. Besar jumlah kapasitas produksi berbeda dengan
jumlah perencanaan agregat, hal ini dikarenakan kecepatan lintasan dibulatkan
keatas sehingga mempengaruhi jumlah kapasitas produksi. Perbedaan jumlah
kapasitas produksi dengan perencanaan agregat berbeda namun tidak terdapat
perbedaan yang terlalu jauh.
Efesiensi
lintasan pada produksi lemari hijab menggunakan metode killbridge wester adalah sebesar 99,40%. Artinya kecepatan lintasan
menyelesaikan pembuatan produk adalah sebesar 99,40%. Balance delay merupakan ukuran ketidak efesienan lintasan
dikarenakan waktu menganggur sebenarnya. Berdasarkan hasil perhitungan
diketahui ukuran ketidak efesienan lintasan dikarenakan waktu menganggur
sebenarnya adalah sebesar 0,6%. Semakin kecil nilai balance delay maka semakin bagus lintasannya karena waktu
menganggurnya semakin berkurang sehingga operator lebih produktif.
Smoothness index merupakan nilai
kelancaran relativ dari lintasan. Smoothness
index pada pembuatan lemari hijab menggunakan metode killbridge wester adalah sebesar 0,077 artinya kelancaran relativ
dari lintasan adalah sebesar 0,077. Nilai si
yang semakin mendekati 0 semakin baik. Artinya semakin mendekati 0 nilai
dari smotthness index maka semakin lancar lintasan tersebut.
Berdasarkan perhitungan yang sudah dilakukan menggunakan metode RPW dan killbridge wester maka dapat
dibandingkan hasil dari masing-masing metode, sehingga dapat dipilih metode
terbaik yang dapat digunakan. Berikut ini merupakan Tabel 8 perbandingan
perhitungan metode RPW dan killbridge
wester.
Tabel 8 Perbandingan Perhitungan RPW dan Killbridge Wester
Pembanding
|
Metode
RPW
|
Metode
Killbridge Wester
|
Efesiensi
Lintasan
|
71,79%
|
99,40%
|
Balance
delay
|
28,206%
|
0,6%
|
Smoothness Index (SI)
|
3,56
|
0,077
|
Work
station
|
4
|
1
|
Berdasarkan
hasil perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa metode yang baik yang dapat
digunakan adalah metode Killbridge Wester. Metode ini dipilih
karena memiliki nilai efesiensi lintasan terbesar yaitu 99,40% yang artinya
lintasan memiliki tingkat kefesienan yang tinggi dibandingkan efesiensi
lintasan pada metode RPW. Selain efesiensi lintasan nilai balance delay dan smoothness
index pada metode killbridge wester lebih
kecil dari metode RPW. Balance delay yang
lebih kecil lebih baik, karena semakin kecil nilai balance delay maka persentase menganggurnya lebih kecil sehingga
lebih baik. Smoothness index yang
lebih kecil hasilnya lebih baik, semakin mendekati 0 makan semakin baik. Nilai smoothness index yang mendekati 0 maka
semakin lancar lintasan tersebut.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan metode yang terbaik diantara kedua
metode adalah metode
Kilbridge
Wester. Berdasarkan
metode Kilbridge
Wester
efisiensi lintasan sebesar 99,40%, smoothness
index sebesar 0,077 dan banyaknya stasiun kerja adalah sebanyak 1 stasiun
kerja.
Saran ditujukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Saran dari penulis
adalah agar lebih menggunakan banyak refrensi sebagai tinjauan pustaka.
Sebaiknya lebih memperhatikan perhitungan untuk masing-masing metode yang digunakan. Penulisan
juga harus dilakukan dengan ketelitian yang tinggi untuk megurangi kesalahan.
DAFTAR
PUSTAKA
[1]Herjanto, Eddy. 2007. Manajemen Operasi Edisi
Ketiga. Jakarta. PT Gramdeia Widiasarana Indonesia
[2] Baroto,Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
[3]Purnomo, Hari. 2004. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[4] Umi Marfuah dan Cholis Nur Alfiat. Analisis Kebutuhan
Man Power dan Line Balancing Jalur Supply
Body 3 D01N PT Astra Daihatsu Motor Karawang AssemblyPlant (http://jurnal.ftumj.ac.id/index.php/jisi/article/download/212/187
diakses pada tanggal 1 April
2015)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuskak boleh minta file utuh dengan kirim ke email saya ?
BalasHapus