Jumat, 08 Mei 2015

KESEIMBANGAN LINI DALAM PRODUKSI LEMARI HIJAB MENGGUNAKAN METODE RANK POSITIONAL WEIGHT DAN KILBIRIDGE WESTER

Aan Andri Yana, Annisaa Utami Pangestu, Eka Aprilia, Fransiscus Serrano, Hanna Amalia, Puspita.

Mahasiswa Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Gunadarma
(Jl. Margonda Raya No. 100 Pondok Cina, Depok 16424)

ABSTRAK
              Perusahaan manufaktur dalam lantai produksinya terdiri dari beberapa stasiun kerja yang saling berkaitan untuk menghasilkan sebuah produk jadi yang siap jual. Stasiun kerja tersebut tersusun dalam sebuah lini perakitan, dimana proses yang terdapat didalam lini perakitan terus berlangsung secara continue. Terkadang perusahaan dihadapkan pada permasalahan tidak seimbangnya pembagian elemen kerja diantara masing-masing stasiun kerja pada lini perakitan dikarenakan waktu operasi perakitan yang berbeda-beda. Berdasarkan permasalahan tersebut dibutuhkanlah suatu ilmu yang dapat menyeimbangkan waktu kerja diantara setiap stasiun kerja dengan ilmu keseimbangan lini. Metode yang digunakan dalam keseimbangan lini produksi lemari hijab adalah metode Rank Positional Weight dan Kilbridge Wester. Harapan dari perusahaan setelah menggunakan keseimbangan lini pada produksi lemari hijab adalah perusahaan dapat menyeimbangkan beban kerja dari setiap stasiun kerja.
              Keseimbangan lini merupakan penyeimbangan penugasan terhadap elemen-elemen tugas agar dapat meminimumkan banyaknya stasiun kerja dan meminimumkan total waktu menganggur pada semua stasiun kerja. Tunjuannya adalah untuk mengetahui waktu siklus, stasiun kerja, efesiensi lintasan dan smoothness index dalam produksi lemari hijab dengan metode Ranked Positional Weight (RPW) dan Kilbridge Wester. Mengetahui metode paling baik diantara dua metode yang digunakan yaitu metode Ranked Positional Weight (RPW) dan Kilbridge Wester.
              Berdasarkan hasil dan pembahasan metode yang terbaik diantara kedua metode adalah metode Kilbridge Wester. Berdasarkan metode Kilbridge Wester  efisiensi lintasan sebesar 99,40%, smoothness index sebesar 0,077 dan banyaknya stasiun kerja adalah sebanyak 1 stasiun kerja.
Kata Kunci : Efisiensi Lintasan, Balance Dellay, Smoothness Index, Work Station




PENDAHULUAN
              Perusahaan manufaktur dalam lantai produksinya terdiri dari beberapa stasiun kerja yang saling berkaitan untuk menghasilkan sebuah produk jadi yang siap jual. Stasiun kerja tersebut tersusun dalam sebuah lini perakitan, dimana proses yang terdapat didalam lini perakitan terus berlangsung secara continue. Terkadang perusahaan dihadapkan pada permasalahan tidak seimbangnya pembagian elemen kerja diantara masing-masing stasiun kerja pada lini perakitan dikarenakan waktu operasi perakitan yang berbeda-beda. Terdapat waktu perakitan yang cepat dan adapula perakitan yang memerlukan waktu cukup lama. Hal tersebut dapat mengakibatkan adanya penumpukan produk pada stasiun kerja yang mengakibatkan target produksi tidak terpenuhi.  Berdasarkan permasalahan tersebut dibutuhkanlah suatu ilmu yang dapat menyeimbangkan waktu kerja diantara setiap stasiun kerja dengan ilmu keseimbangan lini. Metode yang digunakan dalam keseimbangan lini produksi lemari hijab adalah metode Rank Positional Weight dan Kilbridge Wester. Harapan dari perusahaan setelah menggunakan keseimbangan lini pada produksi lemari hijab adalah perusahaan dapat memperkecil waktu menganggur dari setiap stasiun kerja.
              Keseimbangan lini merupakan penyeimbangan penugasan terhadap elemen-elemen tugas dari suatu lini perakitan ke stasiun kerja agar dapat meminimumkan banyaknya stasiun kerja dan meminimumkan total waktu menganggur pada semua stasiun kerja. Elemen tugas dalam suatu kegiatan produksi dikelompokkan kedalam beberapa stasiun kerja agar memperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik. Metode Rank Positional Weight merupakan suatu metode keseimbangan lini dengan pemberian bobot posisi pada masing-masing elemen kerjanya. Metode Kilbridge Wester merupakan metode yang termasuk kedalam model heuristic yang memilih elemen kerja untuk ditugaskan kedalam stasiun kerja berdasrkan posisi elemen-elemen kerja.
              Berdasarkan permasalahan diatas maka kedua metode tersebut diterapkan dalam produksi lemari hijab untuk membahas menentukan metode keseimbangan lini yang lebih optimal dari perakitan produk lemari hijab. Serta bagaimana cara untuk mengoptimalkan keseimbangan lini peakitan produk lemari hijab. Tujuannya adalah untuk mengetahui metode keseimbangan lini yang lebih optimal. Mengetahui tingkat efisiensi lintasan, balance delay, smotness index, banyaknya stasiun kerja dari metode yang dipilih dalam perakitan produk lemari hijab.

TINJAUAN PUSTAKA
              Teknik penjadwalan yang banyak digunakan dalam sistem volume tinggi adalah keseimbangan lini. Keseimbangan lini menekankan pada pengalokasian tugas-tugas kepada stasiun-stasiun kerja sehingga terdapat penyeimbangan waktu kerja diantara stasiun-stasiun kerja tersebut. Keseimbangan lini bertujuan untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar stasiun kerja[1].
Lini produksi adalah penempatan area-area kerja di mana operasi-operasi diatur secara berurutan dan material bergerak secara kontinyu melalui operasi yang terangkai seimbang. Lini produksi dibagi menjadi dua yaitu lini fabrikasi dan lini perakitan. Lini fabrikasi adalah lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda kerja. Lini perakitan adalah lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly[2].
Terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh dari keseimbangan lini produksi. Keuntungan yang diperoleh dari perencanaan lini produksi yang baik adalah jarak perpindahan material yang minim dengan mengatur susunan tempat kerja, aliran benda kerja yang mencakup gerakan dari benda kerja yang kontinyu, pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan dengan keahlian masing-masing pekerja sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih efisien, pengerjaan operasi yang serentak dengan pengerjaan tiap operasi pada saat yang sama di seluruh lintasan produksi, gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set up dari lintasan yang bersifat tetap, proses memerlukan waktu yang minimum[2]
              Kelangsungan lintasan produksi yang baik ditunjang oleh beberapa persyaratan. Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan produksi adalah pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja dalam suatu lintasan produksi fabrikasi atau lintasan perakitan yang bersifat manual, pergerakan aliran benda kerja yang kontinyu pada kecepatan yang seragam, arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah penyebaran dan mencegah timbulnya waktu menunggu atau mengurangi waktu menunggu karena keterlambatan kerja, produksi yang kontinyu guna menghindari adanya penumpukan benda kerja di lain tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada lintasan produksi secara kontinyu[2].
              Kriteria umum keseimbangan lintasan produksi adalah memaksimumkan efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari penggunaan metode keseimbangan lini adalah untuk mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur pada lintasan yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat. Tujuan perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin[2].
              Pembuatan suatu produk pada umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses produksi pada beberapa departemen berupa aliran proses produksi. Aliran proses produksi adalah yang diperlukan untuk memindahkan elemen-elemen produksi seperti bahan material, part, orang, dan lain-lain mulai dari awal proses sampai produk yang dikehendaki bisa melalui lintasan produksi. Aliran proses produksi dari suatu departemen ke departemen yang lainnya merupakan bagian dari waktu proses produk tersebut. Hambatan atau ketidakefisienan dalam suatu departemen akan mengakibatkan tidak lancarnya aliran material ke departemen berikutnya sehingga terjadi waktu menganggur dan penumpukan material[2].
              Lini perakitan adalah sebuah lini produksi yang mana material atau bahan bergerak secara kontinyu dalam tingkat rata-rata seragam pada seluruh urutan stasiun kerja dimana pekerjaan perakitan dilakukan. Lini perakitan akan menjadi bagian utama dari manufacturing dan operasi perakitan. Pengaturan kerja sepanjang lini perakitan akan bervariasi sesuai ukuran produk yang akan dirakit, kebutuhan proses pendahuluan, ketersediaan ruang, elemen pengerjaan dan kondisi pengerjaan yang akan dikenakan pada job[2].
              Terdapat beberapa istilah yang biasa digunakan dalam keseimbangan lini. Istilah yang biasa digunakan adalah precedence diagram, assembly product, elemen kerja, waktu operasi, stasiun kerja, waktu siklus, station time, idle time, balance delay, efisiensi lintasan, smoothness index, dan output produksi.  Stasiun kerja adalah tempat pada lini perakitan dimana proses perakitan dilakukan.Berikut merupakan rumus dari jumlah stasiun kerja[2].
Keterangan   :
= Total waktu operasi atau elemen (I=1, 2, 3, ..., n)
C       = Waktu siklus stasiun kerja
n        = Jumlah elemen
Kmin   = Jumlah stasiun kerja minimal
               Waku siklus merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk per satu stasiun. Nilai waktu siklus berada di antara waktu operasi terbesar pada lintasan dan rasio antara jumlah efektif per hari dan jumlag produktif per hari.  Berikut merupakan rumus untuk menentukan waktu siklus[2].
Keterangan   :
timaks  = Waktu operasi terbesar pada lintasan
CT     = Waktu siklus
P       = Jam efektif per hari
Q       = Jumlah produktif per hari
               Balance delay  adalah ukuran dari ketidakefisenan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di anatara staisun-stasiun kerja. Berikut merupakan rumus untuk menentukan balance delay[2].
Keterangan   :
n        = Jumlah stasiun kerja
C       = Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
= Jumlah waktu operasi dari semua operasi
D       = Balance delay
               Efisiensi lintasan merupakan rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus atau waktu operasi terbesar dikalikan dengan jumlah stasiun kerja. Berikut merupakan rumus untuk menentukan efisiensi lintasan pada metode kesimbangan lini[2].
Keterangan   :
= Waktu stasiun dari stasiun ke-1
K           = Jumlah stasiun kerja
CT         = Waktu siklus
               Smoothness index merupakan suatu indeks yang menunjukan kelancaran relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Berikut merupakan rumus untuk menentukan smoothness index dalam keseimbangan lini perakitan[2].
Keterangan   :
STimaks = Waktu operasi terbesar pada lintasan
STi       = Waktu stasiun di stasiun kerja ke-i
               Terdapat beberapa metode penyeimbangan lini  perakitan diantaranya adalah metode killbridge-wester heuristic, helgeson-birnie, moodie young, immediate updater first-fit heuristic, rank and assign heuristic, dan large candidate rule. Metode killbridge-wester  dikembangkan oleh killbridge dan wester. Metode moodie young terdiri dari dua fase yakni membuat pengelompokan stasiun kerja dan redistribusi elemen kerja ke tiap stasiun kerja hasil dari fase pertama[3].
               Metode  RPW  disebut  juga  metode  Hegelson-Bernie merupaka metode penentuan  bobot  posisi  untuk setiap elemen pekerjaannya dari suatu operasi dengan memperhatikan  precendence  diagram. Metode largest candidate rule (LCR) memiliki kelebihan serta kekurangan. Kelebihan  dalam  penggunaan  metode  largest candidate rule  adalah  memliki tingkat kemudahan yang lebih tinggi dari pada metode RPW. Kelemahan dari metode largest candidate rule adalah dapat diperoleh lebih banyak operasi seri yang digabungkan ke  dalam satu stasiun kerja[4].

METODOLOGI PENULISAN
Metodologi penulisan merupakan langkah-langkah prosedur yang dilakukan dalam proses pembuatan laporan akhir keseimbangan lini atau keseimbangan lini. Metodologi penulisan pada laporan akhir ini terdiri dari beberapa bagian atau kerangka penulisan menyangkut kegiatan yang dilakukan. Metodologi penulisan dilakukan untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam pengolahan data pada laporan akhir. Berikut pembahasan metodologi penulisan tahapan-tahapan pada penyelesaian laporan akhir keseimbangan lini. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui permasalahan yang terdapat pada lini produksi. Permasalahan tersebut berupa adanya bottle neck, ataupun ketidakseimbangan pembebanan kerja pada setiap stasiun kerja yang disebabkan oleh waktu operasi yang berbeda-beda. Langkah selanjutnya adalah  membuat tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini dibuat guna dijadikan pembanding dari hasil yang didapat dengan teori-teori yang telah ada.
Langkah ketiga mengumpulkan data penunjuang karena diperlukan suatu input sebagai dasar informasi atau acuan dalam langkah awal kegiatan pengolahan data. Input tersebut yaitu ketentuan hari kerja dalam keseimbangan lini, data perencanaan agregat yang didapat dari hasil pengolahan jadwal induk produksi (JIP), dan APC (Assembly Process Chart). Berdasarkan input tersebut maka dilakukan kegiatan pengolahan keseimbangan lini. Langkah selanjutnya adalah menentukan metode yang dipilih dalam pengolahan data untuk mencapai keseimbangan lini. Metode yang digunakan adalah metode perhitungan Rangked Position Weight (RWP) dan perhitungan Killbridge Wester. Langkah selanjutnya menentukan waktu siklus untuk dapat mengetahui waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan dalam setiap stasiun kerja. Langkah selanjutnya setelah mendapatkan waktu siklus adalah mengelompokkan operasi kedalam beberapa stasiun kerja. Langkah selanjutnya membuat Precendence Diagram sesuai dengan urutan operasi yang ada pada lini perakitan. Apabila kriteria telah sesuai maka langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan efisiensi stasiun kerja, namun bila kriteria belum sesuai maka kembali menentukan Precendence Diagram. Kriteria tersebut berupa waktu stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus, dan pengelompokan stasiun kerja tidak boleh melanggar Precendence Diagram.
Langkah selanjutnya adalah melakukkan perhitungan efisiensi lintasan, hal ini dilakukkan untuk mengetahui sehingga nantinya bisa dilakukkan perbaikan apabila masih kurang efisien. Kemudian langkah selanjutnya adalah melakukkan perhitungan Balance Delay, hal ini dilakukkan untuk mengetahui apakah kegiatan menggangur dalam lintasan terlihat tinggi atau rendah. Langkah selanjutnya adalah membuat tabel perbandingan dan memilih metode manakah yang memiliki nilai persentasi efisiensi lintasan yang paling tinggi dan persentasi Balance Delay paling rendah. Langkah selanjutnya adalah melakukkan analisis, analisis dilakukan guna mengetahui metode mana yang paling tepat digunakan untuk penyeimbangkan lini dalam proses pembuatan produk lemari hijab.  Kemudian terakhir adalah membuat kesimpulan untuk menjawab tujuan penulisan sedangkan saran bertujuan sebagai kritik atau masukan yang membangun guna penulisan yang lebih baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
               Pembahasan dilakukan menggunakan dua metode heuristik yang terdiri dari metode Ranked Positional Weight (RPW) dan metode Killbrige-Wester. Penggunaan dua metode ini digunakan karena dianggap paling baik dibandingkan dengan metode lain. Penyelesaian keseimbangan lini membutuhkan beberapa data penunjang dalam melakukan perhitungan. Data penunjang tersebut diantaranya adalah ketentuan hari kerja, perencanaan agregat yang terpilih, dan assembly process chart (APC). Berikut ini adalah data-data penunjang untuk dilakukannya perhitungan keseimbangan lini.
Tabel 1 Ketentuan Hari Kerja Tahun 2014
Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Total
HK
21
19
22
21
19
21
17
20
21
21
21
22
245
              Berdasarkan Tabel 1, hari kerja diatas maka dapat diketahui bahwa periode yang digunakan dalam menentukan tenaga kerja sebanyak 12 bulan. Seperti pada kolom 1 baris 1 menyatakan bahwa lamanya hari kerja pada periode 1 atau bulan Januari sebanyak 21 hari. Sedangkan untuk total hari kerja pada tahun 2015 selama 12 bulan sebanyak 245 hari, yang artinya seorang pekerja dalam setahun bekerja selama 245 hari.
Data penunjang di atas kemudian digunakan untuk menghitung keseimbangan lini dan melakukan perhitungan dengan menggunakan perhitungan Ranked Positional Weight (RPW) dan perhitungan Killbridge-Wester. Data penunjang lainnya yang dibutuhkan adalah tabel perencanaan agregat yang terdapat pada jadwal induk produksi. Berikut merupakan tabel rencana kebutuhan produksi agregat produksi lemari hijab untuk periode tahun 2015.
Tabel 2  Perencanaan Agregat
Periode
Data Peramalan
Perencanaan Agregat
Jumlah
KTRT
KTOT
KTSC
1
623
698
-
-
698
2
625
625
-
-
625
3
626
627
-
-
627
4
628
628
-
-
628
5
630
630
-
-
630
6
632
633
-
-
633
7
633
633
-
-
633
8
635
635
-
-
635
9
637
638
-
-
638
10
639
639
-
-
639
11
641
642
-
-
642
12
642
642
-
-
642
Total
7591
7670
-
-
7670
  Tabel 2 merupakan perencanaan agregat yang diperoleh berdasarkan hasil metode yang terpilih yaitu metode transportasi. Jumlah atau total perencanaan agregat ditunjukan untuk kapasitas produksi pertahunnya. Jumlah dari perencanaan agregrat sebesar 7670 unit. Artinya adalah dalam 1 tahun perusahaan berencana memproduksi lemari hijab sebanyak 7670 unit.
  Selain hari kerja dan perencanaan agregat dibutuhkan pula gambar Assembly Process Chart (APC) perakitan produk lemari hijab disertai dengan waktu perakitan pada setiap proses serta digunakannya juga sebagai data input dalam pembuatan lini perakitan pada produksi lemari hijab. Berikut ini merupakan Gambar 1 peta proses perakitan (APC).
Gambar 1 APC Lemari Hijab
               Perhitungan keseimbangan lintasan mula-mula diawali dengan perhitungan kecepatan lintasan. Berikut adalah mencari nilai dari kecepatan lintasan dengan menggunakan metode RPW.
                                                                              = 15,33 menit/produk
Diketahui bahwa kecepatan lintasan dalam satu kali produksi lemari hijab adalah 15,33 menit. Nilai ini didapatkan atas data-data penunjang yang terdapat pada data ketentuan hari kerja dan perencanaan agregat. Langkah selanjutnya adalah membuat precedence diagram dari pembuatan lemari hijab berdasarkan Assembly Process Chart (APC). Berikut ini merupakan precedence diagram perakitan lemari hijab.
Gambar 2 Precedence Diagram
              Berdasarkan Gambar 2 diketahui pada proses perakitan pertama memiliki waktu selama 1,583 menit, perakitan kedua selama 1,62 menit, ketiga selama 4,5 menit, kempat selama 1,22 menit, dan perakita kelima selama 4 menit. Sehingga total waktu selama proses perakitan adalah selama 12,923 menit, waktu terlama terjadi pada proses perakitan ketiga yaitu selama 4,5 menit, waktu terlama tersebut akan digunakan sebagai waktu siklus. Jadi waktu siklus yang digunakan dalam metode rangked positional weight (RPW) adalah sebesar 4,5 menit berdasarkan Gambar 2 Precedence Diagram. Artinya waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit lemari hijab satu stasiun adalah sebesar 4,5 menit.
Langkah selanjutnya menentukan matriks bobot posisi berdasarkan precedence diagram. Matriks bobot posisi atau matriks pendahulu ini terdiri dari dua nilai, yaitu nilai angka 1 dan 0. Operasi pengikut diberikan nilai angka 1, sedangkan operasi yang bukan pengikut ditandai dengan nilai 0. Tanda (-) menyatakan kegiatan yang tidak dilalui, berikut adalah matriks bobot posisi (pendahulu) pada metode RPW.
Tabel 3 Matriks Pendahulu
Operasi
Pendahulu
Operasi Pengikut
1
2
3
4
5
1
-
1
1
1
1
2
0
-
1
1
1
3
0
0
-
1
1
4
0
0
0
-
1
5
0
0
0
0
-
              Berdasarkan tabel 3 Matriks Pendahulu dapat diketahui terdapat 5 operasi pendahulu dan 5 operasi pengikut. Operasi pendahulu 1 dengan operasi pengikut 1 diisi dengan tanda (-) karena operasi pendahulu tersebut melewati  dirinya sendiri. Sedangkan operasi pendahulu 1 dengan operasi pendahulu 2 bernilai 1. Artinya operasi pendahulu 1 melewati operasi ke 2. Operasi pendahulu ke 2 dengan operasi pengikut 1 memiliki nilai 0, artinya operasi ke 2 tidak melewati operasi 1.
              Selanjutnya setelah menentukan matriks bobot posisi untuk masing-masing operasi, maka selanjutnya nilai 1 yang berada pada Tabel 3 di konversikan ke waktu operasi dan dijumlahkan berdasarkan operasi pendahulu. Berikut adalah Tabel 4 Perhitungan Bobot Posisi dari metode RPW.



Tabel 4 Perhitungan Bobot Posisi
Operasi
Pendahulu
Operasi Pengikut
Jumlah
1
2
3
4
5

1
-
1,62
4,5
1,22
4
12,923
2
0
-
4,5
1,22
4
11,34
3
0
0
-
1,22
4
9,72
4
0
0
0
-
4
5,22
5
0
0
0
0
-
4
              Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui hasil konversi untuk setiap operasi (proses perkitan) dari operasi pertama hingga kelima. Jumlah untuk setiap operasi berdasarkan operasi pendahulu didapatkan dengan cara sebagai berikut:
Contoh perhitungan Bobot Posisi operasi 1:
= 1,583 + 1,62 + 4,5+ 1,22 + 4  
= 12,923 Menit
Langkah selanjutnya Tabel 5 prioritas bobot posisi, prioritas utama yaitu penyusunan operasi sesuai dengan jumlah waktu operasi terlama berdasarkan perhitungan bobot posisi. Penentuan prioritas terdiri dari tabel sebelum dan sesudah. Tabel sebelum diperoleh dari hasil perhitungan pada tabel perhitungan bobot posisi. Hasil pada tabel tersebut diurutkan berdasarkan nilai, dimana bobot dengan jumlah terbesar akan diurutkan pada posisi pertama, dan nilai bobot terkecil ditempatkan pada posisi terakhir.
Tabel 5 Prioritas Bobot Posisi
Sebelum
Sesudah
Operasi
Pendahulu
Jumlah
Operasi
Pendahulu
Jumlah
1
12,923
1
12,923
2
11,34
2
11,34
3
9,72
3
9,72
4
5,22
4
5,22
5
4
5
4
              Perhitungan selanjutnya adalah menentukan jumlah stasiun kerja minimal atau work station yang dibutuhkan dan pengelompokan operasi pada tiap-tiap stasiun kerja yang ditentukan. Berikut perhitungan untuk menentukan jumlah stasiun kerja dengan metode RPW.
 work station
              Berdasarkan perhitungan di atas diketahui bahwa stasiun kerja yang dibutuhkan minimal sebanyak 3 buah stasiun kerja. Selanjutnya menentukan pengelompokan stasiun kerja dan efisiensi dari masing-masing stasiun kerja. Berikut ini merupakan tabel pengelompokan stasiun kerja dan efisiensi stasiun kerja dengan menggunakan metode RPW.
Tabel 6 Efisiensi Stasiun Kerja Metode RPW
Stasiun
Kerja
Operasi
Kecepatan
Stasiun
≤ CT
Idle

Efisiensi Stasiun
Kerja (%)
I
1,2
3,203

4,5
1,297
71,18%
II
3
4,5
0
100%
III
4
1,22
3,28
27,11%
IV
5
4

0,5
88,89%
              Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa pada stasiun kerja 1 terdapat 2 buah operasi, yaitu operasi ke-1,2 dengan kecepatan stasiun 3,203 menit, waktu idle 1,297 dan efisiensi stasiun kerja sebesar 71,18%. Stasiun kerja 2 terdapat 1 buah operasi, yaitu operasi ke-3 dengan kecepatan stasiun 4,5 menit, waktu idle 0 menit dan efisiensi stasiun kerja sebesar 100%. Stasiun kerja 3 terdapat 1 buah operasi, yaitu operasi ke-4 dengan kecepatan stasiun 1,22 menit, waktu idle 3,28 menit dan efisiensi stasiun kerja sebesar 27,11%. Stasiun kerja 4 terdapat 1 buah operasi, yaitu operasi ke-5 dengan kecepatan stasiun 4 menit, waktu idle 0,5 menit dan efisiensi stasiun kerja sebesar 88,89%. Berikut ini merupakan contoh perhitungan waktu idle dan efesiensi stasiun kerja.
Waktu Idle                    = CT - Kecepatan Stasiun    
= 4,5 – 3,203 = 1,297 menit
Efisiensi Stasiun Kerja 
                                     
               Perhitungan idle pada stasiun kerja menunjukkan waktu menganggur dari setiap stasiun kerja, contoh perhitungan yaitu pada stasiun kerja 1, waktu menganggur yang didapat adalah sebesar 1,297 menit. Efisiensi stasiun kerja merupakan kesesuaian waktu stasiun kerja dalam mengerjakan produk, didapatkan efisiensi sebesar 71,18% pada stasiun kerja pertama, artinya kesesuaian waktu pada stasiun kerja pertama adalah sebesar 71,18%.
               Langkah selanjutnya adalah melakukan pengelompokan stasiun kerja dengan membuat precedence diagram dan alur penyeimbangan lintasan. Berikut gambaran dari pengelompokan stasiun kerja.
Gambar 3 Pengelompokan Stasiun Kerja Metode RPW
               Pengelompokkan stasiun kerja berdasarkan waktu siklus dari peta proses perakitan dan disusun ke dalam diagram pendahulu lalu dikelompokkan berdasarkan jumlah waktu perakitan yang tidak melebihi waktu siklus. Terdapat 4 stasiun kerja artinya sudah memenuhi banyaknya minimal stasiun. Pada stasiun kerja pertama terdapat operasi 1 dan operasi 2 dengan waktu masing-masing 1,583 dan 1,62 menit. Stasiun kerja kedua ditempati oleh operasi ketiga dengan waktu operasi 4,5 menit. Stasiun kerja ketiga yaitu operasi keempat dengan waktu 1,22 menit, dan yang terakhir stasiun kerja keempat yaitu operasi kelima dengan waktu 4 menit. Hasil perhitungan yang telah dilakukan memberikan suatu penyelesaian terhadap keseimbangan lintasan kerja. Berikut ini merupakan hasil penyeimbang lintasan perakitan lemari hijab dengan menggunakan metode RPW dengan kecepatan 15,33 menit/produk.
Gambar 4 Penyeimbangan Lintasan Kerja dengan Metode RPW
              Gambar 4 merupakan penyeimbangan lintasan kerja dengan metode RPW, yaitu suatu gambaran mulai dari bahan baku yang di-input sebagai tahap awal, proses-proses perakitannya yang terdiri dari 5 operasi dengan waktu yang berbeda-beda. Perakitan mengalami pengelompokan berdasarkan stasiun kerja yang telah didapat. Proses kerjanya mula-mula bahan baku menuju ke stasiun kerja 1 selama 3,203 menit, kemudian masuk ke stasiun kerja 2 selama 4,5 menit, kemudian masuk ke stasiun kerja ke 3 selama 1,22 menit, dan masuk ke stasiun kerja ke 4 dengan waktu 4 menit.
              Berdasarkan tahap-tahap tersebut maka akan didapat hasil akhir yaitu produk lemari hijab. Selanjutnya dilakukan perhitungan kapasitas produksi, efesiensi lintasan, balance delay, dan smoothness index. Perhitungan tersebut dilakukan untuk mengetahui proses yang dijalankan berdasarkan dari perhitungan sebelumnya menggunakan metode RPW. Berikut merupakan perhitungan kapasitas produksi, efisiensi lintasan, balance delay, dan smoothness index.
Kapasitas Produksi 
Kapasitas Produksi 
Efisiensi Lintasan    
Efisiensi Lintasan    
Balance Delay          = 100%-Efisiensi Lintasan
Balance Delay          = 100%-71,794%=28,206%
SI                             =
SI                             =
SI                             = 3,56
              Besarnya kapasitas produksi yaitu 7672 unit, melebihi perencanaan agregat sebesar 7670 unit. Hasil kapasitas produksi lebih besar karena perhitungan kecepatan produksi dibulatkan ke atas, sehingga kapasitas produksi melebihi perencanaan agregat. Besarnya efisiensi lintasan adalah 71,794%, artinya adalah  metode RPW memberikan kelancaran dalam lintasan berdasarkan banyaknya lintasan dan waktu siklus sebesar 71,794%.
               Perhitungan selanjutnya setelah mendapat efisiensi lintasan adalah menghitung balance delay untuk mengetahui ketidakefisienan lintasan. Besarnya balance delay adalah 28,206%, artinya adalah ketidakefisienan lintasan yang terjadi pada lintasan produksi yang menggunakan metode RPW sebesar 28,206%.
Nilai pada smoothness index sebesar 3,56, artinya adalah bahwa indeks kelancaran relatif yang dapat dicapai lintasan produksi dengan menggunakan metode RPW sebesar 3,56. Hubungan smoothness index dengan efisiensi lintasan adalah semakin besar nilai efisiensi lintasan, maka nilai smoothness index makin kecil dan lintasan dikatakan makin baik apabila nilai smoothness index makin mendekati 0.
Selanjutnya adalah perhitungan dengan metode kedua, penyelesaian keseimbangan lini menggunakan metode killbridge wester melalui beberapa langkah. Langkah pertama yaittu menentukan waktu siklus. Penentuan waktu siklus yaitu dengan menggunakan pemfaktoran dari waktu total keseluruhan operasi yang kemudian dibulatkan. Hasil pemfaktoran harus lebih besar atau sama dengan waktu operasi terbesar pada aktivitas.
CT= = Operasi 1 + Operasi 2 + Operasi 3 + Operasi 4 + Operasi 5
      = 1,583 + 1,62 + 4,5 + 1,22 + 4 = 12,923  13
 








Gambar 5 Pemfaktoran Waktu Total Operasi
              Hasil dari proses pemfaktoran dapat diketahui bahwa waktu siklus sebesar 13 tidak dapat difaktorkan lagi, sehingga nilai ct atau waktu siklus yang digunakan adalah sebesar 13. Nilai 13 ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelsaikan satu unit produk lemari hijab perstasiun kerja. Penentuan jumlah stasiun kerja dapat dilakukan setelah menetapkan waktu siklus yang digunakan.
WSmin===0,99401 work stasion
              Berdasarkan perhitungan diatas, diketahui jumlah stasiun kerja minimal adalah 1 stasiun kerja. Stasiun kerja merupakan tempat melakukan proses operasi untuk menghasilkan produk yang diproduksi yaitu lemari hijab. Stasiun kerja minimal dalam pembuatan lemari hijab ini adalah sebanyak 1 stasiun kerja. Hasil yang didapat dari perhitungan diatas dapat digunakan untuk membuat tabel pengelompokan operasi, tabel ini dibuat untuk mempermudah membaca hasil perhitungan dan hubungan antara masing-masing perhitungannya. Betikut ini merupakan Tabel 7 pengelompokan operasi dengan metode killbridge wester.
Tabel 7 Pengelompokan Operasi dengan Metode Killbridge Wester
Stasiun Kerja
Operasi
Kecepatan Stasiun
CT
Idle
Efesiensi Stasiun Kerja
1
1,2,3,4,5
12,923
13
0,077
99,40%
              Berdasarkan tabel pengelompokan operasi diatas dapat diketahui nilai idle dan efesiensi stasiun kerja. berikut ini merupakan contoh perhitungan untuk Idle dan efesiensi stasiun kerja.
Idle                                = Waktu Siklus - Kecepatan Stasiun
= 13 - 12,923 = 0,077 menit
Efesiensi Stasiun Kerja =
                                      =
                                      = 99,40%
              Berdasarkan tabel pengelompokan operasi diatas, dapat diketahui jumlah stasiun kerja untuk pembuatan lemari hijab adalah 1 stasiun kerja. Operasi yang terdapat pada stasiun kerja tersebut terdiri dari 5 operasi yaitu 5  proses perakitan. Kecepatan stasiun adalah waktu penyelesaian produk perunit pada stasiun kerja. kecepatan stasiun dalam pembuatan lemari hijab adalah sebesar 12,923 artinya kecepatan stasiun menyelesaikan satu unit produk lemari hijab adalah sebesar 12,923. CT merupakan waktu siklus, waktu siklusnya adalah sebesar 13 menit. Waktu siklus ini tidak boleh kurang dari waktu operasi terlama. Waktu siklus merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit lemari hijab perstasiun. Waktu idel dengan menggunakan metode killbridge wester adalah sebesar 0,077 artinya pada stasiun kerja waktu menganggurnya adalah sebesar 0,077 menit. Efesiensi stasiun kerja pada pembuatan lemari hijab adalah sebesar 99,40% artinya tingkat ketepatan penyelesaian produk lemari hijab pada stasiun kerja adalah sebesar 99,40%. Setelah mengetahui masing-masing penempatan pada setiap elemen kerja, maka dibuat precedence diagram dan alur penyeimbang lintasan.
              
            1,583        1,62         4,5           1,22          4
Oval: 1 Oval: 2 Oval: 3 Oval: 4
Oval: 5
 

 

Gambar 6 Pengelompokan Stasiun Kerja Metode Killbridge Wester
              Precedence diagram merupakan diagram yang menggambarkan urutan hubungan antara elemen kerja pada pembuatan produk. Pengelompokan elemen kerja pada stasiun kerja tidak boleh melanggar precedence diagram. Berdasarkan pengelompokan stasiun kerja pembuatan lemari hijab menggunakan metode killbridge wester bahwa hanya terdapat satu stasiun kerja, dimana stasiun kerja ini terdiri dari lima proses operasi. Hasil precedence diagram kemudian dapat dibuat alur penyeimbang lintasan. Berikut merupakan Gambar 7 alur penyeimbang lintasan.






Down Arrow: Bahan Baku,Up Arrow: Lemari Hijab
 







Gambar 7 Alur Penyeimbangan Lintasan Metode Killbridge Wester
              Berdasarkan alur penyeimbangan lintasan diketahui bahan baku yang diproses pada operasi 1, 2, 3, 4 dan 5 merupakan aktivitas yang terdapat pada stasiun kerja 1. Hasil dari proses operasi pada stasiun kerja tersebut akan menghasilkan produk lemari hijab. Selanjutnya adalah menghitung kapasitas produksi, efesiensi lintasan, balance delay dan SI (smoothness index). Berikut ini merupakan contoh perhitungan dari kapasitas produksi, efesiensi lintasan, balance delay dan SI (smoothness index) dari produksi lemari hijab.
Kapasitas produksi   =

                                 = = 7671,232877 7672 unit produk/tahun
Efesiensi Lintasan    =

                                 = = 99,40%
Balance delay           = 100% - Efesiensi Lintasan
                                 = 100% - 99,40% = 0,6%
SI                              =
                                 =
                                 =
                                 = 0,077
              Kapasitas produksi lemari hijab pertahun berdasarkan perhitungan diatas diketahui sebesar 7672 unit. Artinya produk yang dapat diproduksi selama setahun adalah sebesar 7672 unit. Berdasarkan jumlah lintasan, jumlah hari kerja, jam kerja dan kecepatan lintasan pada pembuatan produk lemari hijab dapat dihasilkan produk sebanyak 7672 unit pertahun. Besar jumlah kapasitas produksi berbeda dengan jumlah perencanaan agregat, hal ini dikarenakan kecepatan lintasan dibulatkan keatas sehingga mempengaruhi jumlah kapasitas produksi. Perbedaan jumlah kapasitas produksi dengan perencanaan agregat berbeda namun tidak terdapat perbedaan yang terlalu jauh.
              Efesiensi lintasan pada produksi lemari hijab menggunakan metode killbridge wester adalah sebesar 99,40%. Artinya kecepatan lintasan menyelesaikan pembuatan produk adalah sebesar 99,40%. Balance delay merupakan ukuran ketidak efesienan lintasan dikarenakan waktu menganggur sebenarnya. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui ukuran ketidak efesienan lintasan dikarenakan waktu menganggur sebenarnya adalah sebesar 0,6%. Semakin kecil nilai balance delay maka semakin bagus lintasannya karena waktu menganggurnya semakin berkurang sehingga operator lebih produktif.
              Smoothness index merupakan nilai kelancaran relativ dari lintasan. Smoothness index pada pembuatan lemari hijab menggunakan metode killbridge wester adalah sebesar 0,077 artinya kelancaran relativ dari lintasan adalah sebesar 0,077. Nilai si yang semakin mendekati 0 semakin baik. Artinya semakin mendekati 0 nilai dari smotthness index maka semakin lancar lintasan tersebut. Berdasarkan perhitungan yang sudah dilakukan menggunakan metode RPW dan killbridge wester maka dapat dibandingkan hasil dari masing-masing metode, sehingga dapat dipilih metode terbaik yang dapat digunakan. Berikut ini merupakan Tabel 8 perbandingan perhitungan metode RPW dan killbridge wester.
Tabel 8 Perbandingan Perhitungan RPW dan Killbridge Wester
Pembanding
Metode RPW
Metode Killbridge Wester
Efesiensi Lintasan
71,79%
99,40%
Balance delay     
28,206%
0,6%
Smoothness Index (SI)
3,56
0,077
Work station
4
1
              Berdasarkan hasil perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa metode yang baik yang dapat digunakan  adalah metode Killbridge Wester. Metode ini dipilih karena memiliki nilai efesiensi lintasan terbesar yaitu 99,40% yang artinya lintasan memiliki tingkat kefesienan yang tinggi dibandingkan efesiensi lintasan pada metode RPW. Selain efesiensi lintasan nilai balance delay dan smoothness index pada metode killbridge wester lebih kecil dari metode RPW. Balance delay yang lebih kecil lebih baik, karena semakin kecil nilai balance delay maka persentase menganggurnya lebih kecil sehingga lebih baik. Smoothness index yang lebih kecil hasilnya lebih baik, semakin mendekati 0 makan semakin baik. Nilai smoothness index yang mendekati 0 maka semakin lancar lintasan tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN
              Berdasarkan hasil dan pembahasan metode yang terbaik diantara kedua metode adalah metode Kilbridge Wester. Berdasarkan metode Kilbridge Wester  efisiensi lintasan sebesar 99,40%, smoothness index sebesar 0,077 dan banyaknya stasiun kerja adalah sebanyak 1 stasiun kerja.    
           Saran ditujukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Saran dari penulis adalah agar lebih menggunakan banyak refrensi sebagai tinjauan pustaka. Sebaiknya lebih memperhatikan perhitungan untuk  masing-masing metode yang digunakan. Penulisan juga harus dilakukan dengan ketelitian yang tinggi untuk megurangi kesalahan.


DAFTAR PUSTAKA
[1]Herjanto, Eddy. 2007. Manajemen Operasi Edisi Ketiga. Jakarta. PT Gramdeia             Widiasarana Indonesia
[2]        Baroto,Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia      Indonesia.
[3]Purnomo, Hari. 2004. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[4] Umi Marfuah dan Cholis Nur Alfiat. Analisis Kebutuhan Man Power dan Line             Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT Astra Daihatsu Motor Karawang   AssemblyPlant      (http://jurnal.ftumj.ac.id/index.php/jisi/article/download/212/187 diakses pada   tanggal 1 April 2015)


2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. kak boleh minta file utuh dengan kirim ke email saya ?

    BalasHapus