Hubungan Antara Perkembangan Penduduk dan Ketersediaan
Pangan
Dalam publikasi terbaru
yang diterbitkan oleh
Food and Agriculture
Organization (FAO) PBB mengenai “indeks harga makanan”,
indeks yang mengukur
perubahan harga sekeranjang
komoditas pangan dunia
secara bulanan, secara
jelas
menunjukkan
bahwa harga komoditas
tersebut mengalami kenaikan
terus-menerus
dalam beberapa tahun terakhir di berbagai belahan dunia.
Harga pangan dianggap
sebagai “tsunami bisu”
yang akan mempengaruhi
kehidupan jutaan orang,
karena tampaknya era
makanan murah telah
berakhir dan
beban dari harga-harga
baru ini akan
semakin membuat dunia
“tenggelam” seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia.
Meningkatnya harga pangan ini secara nyata bertepatan dengan
meningkatnya
kekhawatiran mengenai ketersediaan pangan dunia pada indeks
harga berapa pun. Hal
ini
mengkhawatirkan terutama bagi
negara-negara berkembang di
mana sejumlah
lapisan
masyarakat yang paling
rentan semakin dihadapkan
pada ketidakpastian
apakah mereka mampu memperoleh makanan berikutnya atau
tidak.
Beberapa faktor berkontribusi
terhadap kenaikan harga
pangan saat ini.
Kenaikan jumlah populasi
dunia secara keseluruhan
mengindikasikan akan
bertambahnya jumlah individu yang harus diberi makan,
kenaikan permintaan jumlah
makanan dan kualitas makanan yang lebih baik dari
negara-negara seperti India atau
China.
Meningkatnya
kekhawatiran terhadap harga
pangan dan bagaimana
hal ini
berdampak pada tingkat kemiskinan dan pembangunan, terbukti
oleh kerusuhan dan
revolusi yang terjadi
di Timur Tengah.
Harga pangan merupakan
pendorong
terjadinya
kerusuhan sosial yang
menyebar di Tunisia
dan selanjutnya berkembang
menjadi isu di
beberapa negara lain.
Tingginya harga pangan
menyebabkan jutaan
orang jatuh ke
jurang kemiskinan, mengakibatkan kerusuhan,
ketidakstabilan
ekonomi dan
meruntuhkan kekuasaan pemerintah
di negara-negara berkembang
tersebut.
Krisis pangan
yang sedang terjadi
mengingatkan kita bahwa
isu ketahanan
pangan adalah
isu permasalahan sosial
dan merupakan permasalahan
ekonomi.
Dalam kasus
Indonesia, kebijakan di
bidang pertanian saat
ini telah menghasilkan
beberapa poin
yang beralasan mengenai
swasembada beberapa pangan
utama,
mengembangkan diversifikasi
pangan, meningkatkan kapasitas
dan efisiensi yang
produktif, dan
kebijakan-kebijakan ini juga
telah mampu meningkatkan
standar
kehidupan bagi
sejumlah penduduk.
Negara seperti
Indonesia telah membuat perkembangan yang signifikan dalam
usaha mengurangi
kemiskinan sejak krisis finansial Asia di tahun 1998, dan dengan
pengembangan produktivitas
di bidang pertanian,
Indonesia telah memperoleh
predikat sebagai
salah satu negara yang mengalami perkembangan di sektor pertanian
tercepat.
Pesatnya pertumbuhan
penduduk menuntut pemenuhan
pangan yang sangat
besar. US Census
Bureau mencatat kebutuhan pangan biji-bijian (beras dan jagung)
di Asia akan
meningkat pesat dari 344 juta ton than 1997 menjadi 557 juta ton tahun
2020. Persoalan
krisis pangan dunia
yang ditandai kelangkaan
pangan dan
melonjaknya harga
pangan di pasar
internasional tahun 2008.
Salah satunya
disebabkan karena
membumbungya permintaan pangan oleh kekuatan ekonomi baru
Cina dan India
dengan penduduk masing-masing 1 miliar jiwa.
Hubungan
Perkembangan Penduduk dan Ketersediaan Pangan di Indonesia
Tingkat pertambahan
penduduk dihitung
berdasarkan persentase kenaikan
relative atau
persentase penurunan relative dari jumlah penduduk neto per tahun yang
bersumber dari pertambahan alami dan
migrasi internasional.
Pertambahan alami
adalah selisih
antara jumlah kelahiran
dengan jumlah kematian
di suatu Negara
(selisih antara
fertilitas dengan mortalitas). Migrasi internasional neto adalah selisih
antara jumlah
penduduk yang beremigrasi
dengan yang berimigrasi.
Laju
pertumbuhan penduduk
Negara dunnia ketiga
hamper sepenuhnya dihitung
berdasarkan angka
pertambahan alami.Total tingkat
fertilitas atau total fertility
rate adalah rata-rata
jumlah anak yang
akan dimiliki seorang
wanita dengan
mengasumsikan
bahwa tingkat kelahiran saat ini tetap konstan selama masa produktif
wanita tersebut.
Penyebab utama
perbedaan laju pertumbuhan penduduk antara Negara-negara
maju dan
Negara-negara berkembang bertumpu
pada perbedaan tingkat
kelahiran.
Kesenjangan
tingkat kematian antara Negara-negara maju dan berkembang semakin
lama semakin
kecil. Penyebab utamanya
adalah membaiknya kondisi
kesehatan di
seluruh Negara-negara
dunia ketiga. Bagi
kebanyakan Negara berkembang,
tingkat
kematian bayi
telah mengalami penurunan
besar selama beberapa
decade terakhir
sehingga harapan
hidup menjadi lebih lama
Penduduk
Indonesia dari tahun ke tahun selalu berta mbah. Perubahan jumlah
penduduk ini
disebut sebaagi pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk adalah
bertambah atau
berkurangnya jumlah penduduk
di suatu daerah
atau negara dalam
kurun waktu
tertentu.Tingkat pertumbuhan penduduk di
negara kita masih termasuk
tinggi. Pertumbuhan penduduk di suatu daerah/negara
disebabkan oleh faktor-faktor
demografi
1. Angka
kelahiran, fertilitas, natalitas/birth rate
2. Angka
kematian, mortalitas/death rate.
3. Migrasi masuk
(imigrasi) yaitu masuknya penduduk ke suatu daerah tempat tujuan
4. Migrasi keluar
yaitu perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal
No Nama Negara
Jumlah Penduduk
1 RRT
1.306.313.812 jiwa
2 India
1.103.600.000 jiwa
3 Amerika Serikat 298.186.698 jiwa
4 Indonesia
241.973.879 jiwa
Sebuah fakta
yang mengejutkan, hasil
Sensus Penduduk Indonesia
2010
ternyata mencapai
angka 241,9 juta
jiwa. Tingkat pertumbuhannya pun
yang
menyentuh angka
1,49 persen per tahun ternyata meleset dari perkiraan sebelumnya.
Angka ini
memang sebuah statistik,
tetapi bukan sekedar
statistik karena memiliki
makna penting dan
implikasi yang serius. Makna penting dari angka ini adalah 241,9
juta jiwa
penduduk Indonesia jangan
sampai menjadi beban
tetapi harus menjadi
modal
pembangunan. Penduduk Indonesia harus memperoleh pendidikan agar cerdas,
kreatif dan
inovatif. Selain itumereka harus pula memperoleh pangan dan asupan gizi
yang cukup agar sehat, serta memperoleh pencerahan agama dan budaya
agar jujur
dan amanah serta
menjunjung nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Statistik ini
pun memiliki implikasi
yang serius terhadap
sumberdaya alam
dan lingkungan,
mulai dari soal
penyediaan pangan, energi,
alokasi lahan
permukiman hingga
meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan.
Jumlah penduduk
sebesar 241,9 juta
jiwa telah menempatkan
Indonesia
sebagai negara
keempat terbanyak jumlah
penduduknya setelah Cina,
India, dan
Amerika Serikat.
Indonesia menghadapi berbagai
masalah kependudukan seperti
ketidakmerataan persebarannya, piramida
penduduk yang melebar,
dan Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM) yang masih sangat rendah. Persoalan ketidakmerataan
penyebaran
penduduk cukup serius. Sebagian besar penduduk terkonsentrasi di pulau
Jawa (57,49
persen) sementara luas
lahannya hanya 7
persen dari luas
Indonesia.
Amat berbeda
dengan penduduk luar Jawa khususnya di Indonesia Timur yang relatif
jarang penduduknya
dan mendiami lahan
yang luas. Dampak
lanjutannya adalah
terkait masalah
ekonomi yakni ketimpangan
antar-wilayah, antar-sektor dan
kemiskinan. Ketimpangan
distribusi: Jawa dan
luar Jawa, kota
dan perdesaan serta
ketimpangan pertumbuhan
antara kota-kota metropolitan
dan kota menengah
kecil memiliki implikasi yang luas terhadap penyediaan infrastruktur,
perumahan, fasilitas
sosial-ekonomi, dan
khususnya terkait dengan
penyediaan pangan, kecukupan
pemenuhan
kebutuhan energi, dan kerusakan lingkungan hidup.
No Perkiraan penduduk dunia Tahun
1 200 juta
1992
2 500 juta
1998
3 650 juta
2004
4 1 milyar
2010
Masalah jumlah
penduduk yang besar
ini tak hanya
sekedar persoalan
ekonomi, sosial
dan lingkungan melainkan juga terkait dengan persoalan politik dan
idiologis. Secara
politik jumlah penduduk
yang tinggi tanpa
adanya langkah
penanganan dan antisipasi
yang serius khususnya yang terkait dengan pangan, energi,
lingkungan, pendidikan,
kesehatan, dan lapangan
pekerjaan akan berimplikasi
pada
ancaman kedaulatan
bangsa dan ketahanan
nasional. Krisis politik
yang dibarengi
krisis ekonomi,
ancaman kelaparan akibat kekurangan pangan & pasokan energi serta
lingkungan hidup
berpotensi menghancurkan eksistensi sebuah Negara.
Besarnya jumlah
penduduk terkait langsung
dengan jumlah penyediaan
pangan,
pertumbuhan penduduk yang sangat pesat menuntut pemenuhan pangan yang
sangat besar
pula. Dibutuhkan sedikitnya
130kg beras untuk
setiap orang per
tahunnya. Belum
maksimalnya penyediaan pangan
yang ditandai dengan
besarnya
impor kebutuhan
pangan saat ini,
menjadi pertanda yang
serius bagi kita
agar
memiliki
perhatian pada persoalam penyediaan pangan di negara tercinta ini.
Indonesia sebagai
negara agraris dengan
jumlah penduduk terbesar
ke-4 di
dunia dan memliki
lahan pertanian yang sangat luas. Departemen Pertanian mencatat
Indonesia memiliki
kurang lebih 30
juta hektar lahan
pertanian. Selain itu,
Badan
Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika juga
mencatat curah hujan
di Indonesia
sangat tinggi
dengan rata-rata 2.000-3.000 milimeter per tahun yang mengakibatkan
ketersediaan air
yang sangat melimpah. Dengan demikian Indonesia memiliki potensi
besar untuk
menjadi negara yang terdepan dalam dunia
pertanian. Banyak hal yang
akan menunjang
kemajuan bidang pertanian antara lain benih yang berkualitas, nutrisi
tanaman dan
pestisida. Dengan tersedianya nutrisi tanaman yang mencukupi dengan
kualitas yang
baik akan memberikan
dampak yang besar
bagi para pelaku
bidang
pertanian, yang nantinya kita semua akan merasakan
manfaatnya. Pada tahun 1960,
kita semua
mulai mengenal Revolusi
Hijau yang dipelopori
oleh Ford dan Rockefeller Foundation dengan
ditemukannya teknologi pupuk Nitrogen, Phosporus,
dan Kalium
yang memungkinkan membantu
perkembangan pertanian. Namun
40
tahun setelah
Revolusi Hijau, dunia mulai mencari alternatif lain dibidang pupuk atau
nutrisi tanaman
yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Angka 241,9
juta jiwa penduduk
Indonesia, bukanlah sekadar
pertambahan
jumlah penduduk
yang cukup dipandang
sebelah mata. Angka
241,9 juta jiwa
bisa
berubah jadi
bencana yang “mengerikan”
apabila kita tak
pernah memikirkannya
secara serius.
Bila kita tak
mampu menyediakan pangan
yang cukup, maka
angka
241,9 juta
jiwa akan melahirkan
bencana kelaparan masal.
Demikian pula jika
kita
tak mampu
menyediakan energi yang
cukup karena sumber
energi yang makin
menipis dan
kita tak mampu
mengembangkan sumber energi
terbarukan maka
ancaman kekurangan
listrik, kekurangan pupuk
akibat tak adanya
pasokan gas,
hingga macetnya
seluruh transportasi publik (darat, laut dan udara) akibat mahalnya
bahan bakar akan
menghadang di depan mata. Bila Negara tak mampu menyediakan
infrastruktur
kesehatan yang memadai untuk 241,9 juta jiwa rakyat Indonesia, maka
ancaman berbagai
penyakit medis akan siap menyerang rakyat. Juga, bila pemerintah
tidak mampu
menyediakan infrastruktur pendidikan
yang memadai maka
kualitas
sumberdaya manusia
akan rendah dan
tidak dapat diharapkan
untuk mampu
membangun bangsa
Indonesia.
Angka 241,9
juta jiwa juga
mengharuskan Negara menjaga
kelestarian dan
daya dukung
lingkungan dari tindakan
destruktif manusia yang
tak
bertanggungjawab. Jika
tidak maka rakyat
Indonesia akan menghadapi
bencana
ekologis yang
dahsyat mulai dari banjir, tsunami, tanah longsor, angin topan hingga
ketidakseimbangan
iklim akibat hancurnya ekosistem dan biosfir
Sumber:
etidakseimbangan iklim akibat hancurnya ekosistem dan biosfir
http://bataviase.co.id/node/769846
http://www.ciptaindonesiaindah.com/tentang-kamiKetahanan Pangan Terancam
http://gembelzblog.blogspot.com/2011/01/pertumbuhan-penduduk-dunia.html
http://c-tinemu.blogspot.com/2011/06/mengatasi-krisis-pangan.html
http://akuinginhijau.org/2011/08/14/ketahanan-pangan-terancam/
Sumber:
etidakseimbangan iklim akibat hancurnya ekosistem dan biosfir
http://bataviase.co.id/node/769846
http://www.ciptaindonesiaindah.com/tentang-kamiKetahanan Pangan Terancam
http://gembelzblog.blogspot.com/2011/01/pertumbuhan-penduduk-dunia.html
http://c-tinemu.blogspot.com/2011/06/mengatasi-krisis-pangan.html
http://akuinginhijau.org/2011/08/14/ketahanan-pangan-terancam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar